( KELUARGA ) KARIR DAN KEBUTUHAN KASIH SAYANG SIBUAH HATI
Citra perempuan bekerja terutama di luar rumah dengan pakaian blazer, rambut terurai, rok mini atau celana panjang, lengkap dengan sepatu berhak tinggi, demikian indah ditanamkan pada masyakarat kita. Paham feminisme yang seamakin gencar disuarakan semakin menambah kesan bahwa menjadi perempuan karier adalah suatu yang wah dan mempunyai prestis tersendiri. Perempuan menjadi bangga karena kedudukan mereka saat ini menjadi sejajar dengan laki-laki terutama dalam hal mencari materi.
Tapi, pernahkah terpikir di benak mereka akan kualitas generasi? Ketika ibu bekerja di luar rumah, siapakah yang mengasuh mereka terutama di usia batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun)? Nenek, bibi pembantu ataukah minta tolong tetangga? Siapa pun dia adanya, tak ada yang bisa menggantikan kasih sayang dan perhatian seorang ibu. Kecuali bila memang kasih sayang dan perhatian seorang nenek, bibi pembantu, dan tetangga jauh lebih berkualitas daripada sang ibu sendiri. Bila memang begini kondisinya, sungguh mengenaskan.
Bila ditanyakan seputar karir dan mengabaikan si anak maka ia mengelak beralasan bahwa pembantunya itu baik dan cukup berkualitas. Anaknya sekarang sudah pandai membaca huruf hijaiyah dan hafal doa-doa harian. Itu semua berkat pembantu tersebut.
Apa iya kualitas si pembantu lebih oke daripada ibu sendiri dalam hal mendidik anak?
Para ibu, jangan pernah rela kedudukan kalian tergeser oleh siapapun juga. Tidak nenek, bibi pembantu atau tetangga. Menjadi ibu adalah amanah mulia bagi seorang perempuan. Ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Karena perannya inilah, surga itu ada di bawah telapak kaki ibu. Tapi bila pendidikan dini dan pembelajaran pertama seorang anak didapat dari seorang pembantu rumah tangga, masihkah ada surga itu di bawah telapak kaki sang ibu? Mungkinkah surga itu bisa berpindah ke bawah telapak kaki sang pembantu yang telah mendidiknya selama ini?
Begitu sebaliknya, bila ada hal-hal buruk dipelajari oleh si buah hati dari orang yang mengasuhnya, masih berhakkah seorang ibu marah padanya? Sedangkan dia sendiri entah berada di mana ketika si batita dan balita butuh dekapannya, dongeng pengantar tidurnya, atau sekadar mendengar celoteh pertamanya.
Semoga Allah memudahkan kaum Muslimah mengurus anaknya dan mendidiknya sesuai tuntunan Nilai-Nilai Islam. Aamiin