Copyright © Confeito Tulipers
Design by 2014
Senin, 10 Februari 2014

Jawaban Bagi Taqlid buta

Assalamualaikum,
Taqlid Buta

Ibnu Abbas Rahimahulloh berkata:
: أراهم سيهلكون ! أقول : قال النبي صلى الله عليه و سلم ، و يقولون : قال أبو بكر و عمر
(رواه أحمد و غيره)
"Aku mengira mereka akan binasa. Aku mengatakan, 'Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, sedang mereka mengatakan, 'Abu Bakar dan Umar berkata'." (HR. Ahmad dan Lainya)

و قال الشاعر يُنكر على المحتجين بكلام شيوخهم أقول قال الله قال رسوله , فتجيب شيخي إنه قد قال
Seorang pujangga menyenandungkan syair yang mengingkari orang-orang yang berdalih dengan ucapan para syaikh mereka. Ia berkata, "Aku katakan padamu, 'Allah berfirman, RasulNya bersabda', lalu kamu menjawab, 'Syaikh saya telah berkata begini begitu!

Al-Imam asy-Syafi’i Rahimahulloh(Madzhab Syafi'i) mengatakan:
كل مسألة صح فيها الخبر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم عند أهل النقل بخلاف ما قلت؛ فأنا راجع عنها في حياتي وبعد موتي
“Semua permasalahan yang sudah disebutkan dalam hadits yang sahih dari Rasulullah dan berbeda dengan pendapat saya, maka saya rujuk dari pendapat itu ketika saya masih hidup ataupun sudah mati.”

Al-Imam Malik Rahimahulloh(Madzhab Maliki) mengatakan:
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب، فانظروا في رأيي؛ فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه، وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه
“Saya hanyalah manusia biasa, mungkin salah dan mungkin benar. Maka perhatikanlah pendapat saya, jika sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah maka ambillah. Apabila tidak sesuai dengan keduanya maka tinggalkanlah.”

Al-Imam Abu Hanifah Rahimahulloh(Madzhab Hanafi) mengatakan:
لا يحل لأحد أن يأخذ بقولنا ما لم يعلم من أين أخذناه
وفى رواية: «حرام على مَن لم يعرف دليلي أن يفتى بكلامي «فإننا بشر، نقول القول اليوم ونرجع عنه غدًا
“Tidak halal bagi siapa pun mengambil pendapat kami tanpa mengetahui dari mana kami mengambilnya.” Dalam riwayat lain, beliau mengatakan, “Haram bagi siapa pun yang tidak mengetahui dalil yang saya pakai untuk berfatwa dengan pendapat saya. Karena sesungguhnya kami adalah manusia, perkataan yang sekarang kami ucapkan, mungkin besok kami rujuk (kami tinggalkan).”

Al-Imam Ahmad Bin Hambal Rahimahulloh( Madzab Hambali mengatakan):
لا تقلدني، ولا تقليد مالكًا ولا الشافعي ولا الأوزاعي ولا الثوري، وخذ من حيث أخذوا
“Janganlah kalian taklid kepada saya dan jangan taklid kepada Malik, asy-Syafi’i, al-Auza’i, ataupun (Sufyan) ats-Tsauri. Tapi ambillah (dalil) dari mana mereka mengambilnya.”

Maka Mari kita renungi bersama Firman-Nya : 
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَإِلَى ٱلرَّسُولِ قَالُوا۟ حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۚ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْـًۭٔا وَلَا يَهْتَدُونَ
"Apabila dikatakan kepada mereka'Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikutiRasul'. Mereka menjawab, 'Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kamimengerjakannya. 'Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenekmoyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk" (AI-Maa'idah: 104)
يخبرنا الله عن حال المشركين حينما قال لهم الرسول صلى الله عليه و سلم : تعالوا إلى القرآن و توحيد الله و دعائه وحده، فقالوا يكفينا عقيدة الآباء، فرد عليهم القرآن قائلا إن آباءكم جهال لا يعلمون شيئا و لم يهتدوا إلى طريق الحق
Allah mengabarkan kepada kita  dari keadaan orang-orang musyriksaat Rasulullah Shallallaahu'alaihi wa Sallam berkata kepada mereka, "Marilah mengikuti Al-Qur'an dan mentauhidkan Allah,serta berdo'a hanya kepada Allah semata."
Mereka kemudian menjawab, "Cukuplah bagi kami kepercayaan nenek moyang kami." Maka Al-Qur'an membantah mereka bahwa nenek moyang mereka itu adalah bodohtidak mengetahuisesuatu serta tidak mendapat petunjuk kepada jalan yang benar

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُقَدِّمُوا۟ بَيْنَ يَدَىِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌۭ
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَرْفَعُوٓا۟ أَصْوَٰتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ ٱلنَّبِىِّ وَلَا تَجْهَرُوا۟ لَهُۥ بِٱلْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَٰلُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَٰتَهُمْ عِندَ رَسُولِ ٱللَّهِ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱمْتَحَنَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَىٰ ۚ لَهُم مَّغْفِرَةٌۭ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya.dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.
(Al-Hujurat: 1-3)
CATATAN UNTUK KITA SEMUA :
Ini adalah nasehat buat kita semua untuk seseorang tidak taqlid buta (bersikukuh) dengan pendapat orang yang dia cintai walaupun dari bapak-bapaknya, saudaranya, atau ustadz-ustadznya yang mereka telah menyelisihi sunnah dan jalan para ulama yang kokoh serta terpercaya dalam manhajnya.Wallohu A'lam

Maroji' : Alquran Alkarim, Tafsir Ibnu Katsir, Shahih Imam Ahmad, Shahih Figh Sunnah, Alfirqotun Najiyah. 

Yang Mendatangkan Kecintaan Kepada Allah by Ibnul Qoyim Rahimahulloh

Assalamualaikum,

Maka ketahuilah wahai saudaraku bahwa sebab-sebab yang mendatangkan kecintaan itu sebagaimana disebutkan Ibnul Qoyim Rahimahulloh :

Pertama:
أحدها: قراءة القرآن بالتدبر والتفهم لمعانيه وما أريد به.
Membaca Alquran Alkarim dengan memahami makna-maknanya seperti yang dikehendaki,

Kedua :
الثاني: التقرب إلى الله تعالى بالنوافل بعد الفرائض.
Mendekatkan diri kepada Alloh Subhana wa ta’ala dengan mengerjakan amalan sunnah sesudah mengerjakan amalan yang wajib ,

Ketiga:
الثالث: دوام ذكره على كل حال باللسان والقلب والعمل والحال، فنصيبه من المحبة على قدر هذا.
Senantiasa mengingat (berdzikir) dan menyebut Asma-Nya dalam keadaan bagaimanapun, baik dalam hati maupun lisan, dalam perbuatan serta disetiap keadaan, Cinta yang didapatnya dipengaruhi oleh Dzikir ini,

Keempat:
الرابع: إيثار محابه على محابك عند غلبات الهوى.
Lebih mementingkan cinta kepada-Nya dari pada cintamu pada saat engkau dikalahkan hawa nafsumu,

Kelima:
الخامس: مطالعة القلب لأسمائه وصفاته ومشاهدتها، وتقلبه في رياض هذه المعرفة وميادينها
Mengarahkan perhatian hati kepada Asma dan Sifat-Nya, MengetahuiNya dan mempersaksikanya (Pent, Siapa yang mengetahui Alloh Aza wajal melalui sifat,asma’ dan perbuatan-Nya. tentu ia akan mencintai-Nya , Karena itu orang-orang seperti Fir’aun dan Jahmiyah menjadi kan hatinya terhalang untuk mengenal Alloh).

Keenam :
السادس: مشاهدة بره وإحسانه ونعمه الظاهرة والباطنة.
Mempersaksikan dan menyebut-nyebut kebaikan, kemurahan, karunia, serta nikmat Alloh baik yang lahir maupun batin (Pent, karena yang demikian ini bisa memupuk cinta kepada Alloh Aza wa Jal).

Ketujuh:
السابع: – وهو أعجبها- انكسار القلب بين يديه.
Memasrahkan serta menghinakan diri secara total kepada Alloh Subhana wa Ta’ala.

Kedelapan :
الثامن: الخلوة وقت النزول الإلهي، وتلاوة كتابه ثم ختم ذلك بالاستغفار والتوبة
Menyendiri bermunajat kepada Alloh saat Dia turun kelangit Dunia, Memohon kepada-Nya, Membaca kalam-Nya, menghadap dengan segenap hati, memperhatikab adab-adab ubudiyah dihadapan-Nya, kemudian menutup dengan istiqfar dan taubat.
Kesembilan :
التاسع: مجالسة المحبين الصادقين، والتقاط أطايب ثمرات كلامهم، ولا تتكلم إلا إذا ترجحت مصلحة الكلام وعلمت أن فيه مزيدا لحالك ومنفعة لغيرك.
Berkumpul dengan hamba-hamba lainya yang Mencintai-Nya dengan benar, memetik buah buah segar dari perkataan mereka, sebagaimana memetik buah segar dari pohonya, tidak berkata sehingga yakin perkataanya mendatangkan maslahat serta menambah kebaikan dan manfaat bagi saudara lainya.

Kesepuluh:
العاشر: مباعدة كل سبب يحول بين القلب وبين الله عز وجل .
Menyingkirkan segala sebab yang dapat membuka jarak antara hati ini dengan Alloh Subhana wa ta’ala.
Demikianlah saudaraku 10 sebab datangnya kecintaan kepada Alloh aza wa jalla , dan denganya pula kecintaan Alloh akan datang kepada kita selama kita bersungguh-sungguh merenungkanya, memahaminya dan mengamalkanya dengan terus-menerus hingga tanda-tanda cinta itu dinyatakan dalam tajamnya basiroh dalam hatimu, Dan bukti pertemuanmu kelak dengan-Nya dalam surga karunia-Nya, Insya Allohu , Allohua’lam bis showab.

Maraji’ : Kitab Fathul Madjid Syarh Kitab Tauhid Abdurahman Alu Syaikh, Madarijus Shalihin Ibnu Qayim Aljauziyah
Sabtu, 08 Februari 2014

Repost Hilangnya Hidayah

Assalamualaikum,


Sebab Datang dan Hilangnya Hidayah Allah



Dikarenakan inti dan hakikat hidayah adalah taufik dari Allah Ta’ala, sebagaimana pada penjelasan sebelumnya, maka berdoa dan memohon hidayah kepada Allah Ta’ala merupakan sebab yang paling utama untuk mendapatkan hidayah-Nya. Dalam hadits Qudsi yang shahih, Allah Ta’ala berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan berikan petunjuk kepada kalian1.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala yang maha sempurna rahmat dan kebaikannya, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk selalu berdoa memohon hidayah taufik kepada-Nya, yaitu dalam surah Al Fatihah:
{اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ}
Berikanlah kepada kami hidayah ke jalan yang lurus”.
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Doa (dalam ayat ini) termasuk doa yang paling menyeluruh dan bermanfaat bagi manusia, oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk berdoa kepada-Nya dengan doa ini di setiap rakaat dalam shalatnya, karena kebutuhannya yang sangat besar terhadap hal tersebut”2.
Dalam banyak hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan kepada kita doa memohon hidayah kepada Allah Ta’ala. Misalnya doa yang dibaca dalam qunut shalat witir:
(( اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْت))
Ya Allah, berikanlah hidayah kepadaku di dalam golongan orang-orang yang Engkau berikan hidayah3.
Juga doa beliau Ta’ala:
(( اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى، وَالْعِفَّةَ وَالْغِنَى ))
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, penjagaan diri (dari segala keburukan) dan kekayaan hati (selalu merasa cukup dengan pemberian-Mu)4.
Sebaliknya, keengganan atau ketidaksungguhan untuk berdoa kepada Allah Ta’ala memohon hidayah-Nya merupakan sebab besar yang menjadikan seorang manusia terhalangi dari hidayah-Nya.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala sangat murka terhadap orang yang enggan berdoa dan memohon kepada-Nya, sebagaimana sabda RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam: “Sesungguhnya barangsiapa yang enggan untuk memohon kepada Allah maka Dia akan murka kepadanya5.
Hal-hal lain yang menjadi sebab datangnya hidayah Allah Ta’ala selain yang dijelaskan di atas adalah sebagai berikut:

1. Tidak bersandar kepada diri sendiri dalam melakukan semua kebaikan dan meninggalkan segala keburukan

Artinya selalu bergantung dan bersandar kepada Allah Ta’ala dalam segala sesuatu yang dilakukan atau ditinggalkan oleh seorang hamba, serta tidak bergantung kepada kemampuan diri sendiri.
Ini merupakan sebab utama untuk meraih taufik dari Allah Ta’ala yang merupakan hidayah yang sempurna, bahkan inilah makna taufik yang sesungguhnya sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama Ahlus sunnah.
Coba renungkan pemaparan Imam Ibnul Qayyim berikut ini: “Kunci pokok segala kebaikan adalah dengan kita mengetahui (meyakini) bahwa apa yang Allah kehendaki (pasti) akan terjadi dan apa yang Dia tidak kehendaki maka tidak akan terjadi. Karena pada saat itulah kita yakin bahwa semua kebaikan (amal shaleh yang kita lakukan) adalah termasuk nikmat Allah (karena Dia-lah yang memberi kemudahan kepada kita untuk bisa melakukannya), sehingga kita akan selalu mensyukuri nikmat tersebut dan bersungguh-sungguh merendahkan diri serta memohon kepada Allah agar Dia tidak memutuskan nikmat tersebut dari diri kita. Sebagaimana (kita yakin) bahwa semua keburukan (amal jelek yang kita lakukan) adalah karena hukuman dan berpalingnya Allah dari kita, sehingga kita akan memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar menghindarkan diri kita dari semua perbuatan buruk tersebut, dan agar Dia tidak menyandarkan (urusan) kita dalam melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan kepada diri kita sendiri.
Telah bersepakat Al ‘Aarifun (orang-orang yang memiliki pengetahuan yang dalam tentang Allah dan sifat-sifat-Nya) bahwa asal semua kebaikan adalah taufik dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, sebagaimana asal semua keburukan adalah khidzlaan (berpalingnya) Allah Ta’ala dari hamba-Nya. Mereka juga bersepakat bahwa (makna) taufik itu adalah dengan Allah tidak menyandarkan (urusan kebaikan/keburukan) kita kepada diri kita sendiri, dan (sebaliknya arti) al khidzlaan (berpalingnya Allah Ta’ala dari hamba) adalah dengan Allah membiarkan diri kita (bersandar) kepada diri kita sendiri (tidak bersandar kepada Allah Ta’ala)”6.
Inilah yang terungkap dalam doa yang diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “(Ya Allah), jadikanlah baik semua urusanku dan janganlah Engkau membiarkan diriku bersandar kepada diriku sendiri (meskipun cuma) sekejap mata”7.
Oleh karena inilah makna dan hakikat taufik, maka kunci untuk mendapatkannya adalah dengan selalu bersandar dan bergantung kepada Allah Ta’aladalam meraihnya dan bukan bersandar kepada kemampuan diri sendiri.
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Kalau semua kebaikan asalnya (dengan) taufik yang itu adanya di tangan Allah (semata) dan bukan di tangan manusia, maka kunci (untuk membuka pintu) taufik adalah (selalu) berdoa, menampakkan rasa butuh, sungguh-sungguh dalam bersandar, (selalu) berharap dan takut (kepada-Nya). Maka ketika Allah telah memberikan kunci (taufik) ini kepada seorang hamba, berarti Dia ingin membukakan (pintu taufik) kepadanya.Dan ketika Allah memalingkan kunci (taufik) ini dari seorang hamba, berarti pintu kebaikan (taufik) akan selalu tertutup baginya”8.

2. Selalu mengikuti dan berpegang teguh dengan agama Allah Ta’ala secara keseluruhan lahir dan batin

Allah Ta’ala berfirman:
{فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى}
Maka jika datang kepadamu (wahai manuia) petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, maka dia tidak akan tersesat dan tidak akan sengsara (dalam hidupnya)” (QS Thaahaa: 123).
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa orang yang mengikuti dan berpegang teguh dengan petunjuk Allah Ta’ala yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya Ta’ala, dengan mengikuti semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, maka dia tidak akan tersesat dan sengsara di Dunia dan Akhirat, bahkan dia selalu mendapat bimbingan petunjuk-Nya, kebahagiaan dan ketentraman di Dunia dan Akhirat9.
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ}
Dan orang-orang yang selalu mengikuti petunjuk (agama Allah Ta’ala) maka Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketaqwaannya” (QS Muhammad: 17).

3. Membaca al-Qur-an dan merenungkan kandungan maknanya

Allah Ta’ala berfirman:
{إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا}
Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS al-Israa’: 9).
Imam Ibnu Katsir berkata: “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memuji kitab-Nya yang mulia yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya Ta’ala, yaitu al-Qur-an, bahwa kitab ini memberikan petunjuk kepada jalan yang paling lurus dan jelas”10.
Maksudnya: yang paling lurus dalam tuntunan berkeyakinan, beramal dan bertingkah laku, maka orang yang selalu membaca dan mengikuti petunjuk al-Qur-an, dialah yang paling sempurna kebaikannya dan paling lurus petunjuknya dalam semua keadaannya11.

4.Mentaati dan meneladani sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam

Allah Ta’ala menamakan wahyu yang diturunkan-Nya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai al-huda (petunjuk) dan dinul haq (agama yang benar) dalam firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}
Dialah (Allah Ta’ala) yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama, dan cukuplah Allah sebagai saksi” (QS al-Fath: 28).
Para ulama Ahli Tafsir menafsirkan al-huda (petunjuk) dalam ayat ini dengan ilmu yang bermanfaat dan dinul haq (agama yang benar) dengan amal shaleh12.
Ini menunjukkan bahwa sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah sebaik-baik petunjuk yang akan selalu membimbing manusia untuk menetapi jalan yang lurus dalam ilmu dan amal.
Dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah kitab Allah (al-Qur-an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan (baru dalam agama)13.
Inilah makna firman Allah Ta’ala:
{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا}
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).

5. Mengikuti pemahaman dan pengamalan para Shahabat Radhiallahu’anhum dalam beragama

Allah Ta’ala berfirman:
{فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ}
Jika mereka beriman seperti keimanan yang kalian miliki, maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam perpecahan” (QS al-Baqarah: 137).
Ayat ini menunjukkan kewajiban mengikuti pemahaman para Shahabat Radhiallahu’anhum dalam keimanan, ibadah, akhlak dan semua perkara agama lainnya, karena inilah sebab untuk mendapatkan petunjuk dari Allah Ta’ala. Para Shahabat Radhiallahu’anhum adalah yang pertama kali masuk dalam makna ayat ini, karena merekalah orang-orang yang pertama kali memiliki keimanan yang sempurna setelah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam14.

6. Meneladani tingkah laku dan akhlak orang-orang yang shaleh sebelum kita

Allah Ta’ala berfirman:
{أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ}
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka” (QS al-An’aam: 90).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad Ta’ala untuk meneladani petunjuk para Nabi alaihimussalam yang diutus sebelum beliau Ta’ala, dan ini juga berlaku bagi umat Nabi Muhammad Ta’ala15.

7. Mengimani takdir Allah Ta’ala dengan benar

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS at-Taghaabun:11).
Imam Ibnu Katsir berkata: “Makna ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan yang lebih baik baginya”16.
8. Berlapang dada menerima keindahan Islam serta meyakini kebutuhan manusia lahir dan batin terhadap petunjuknya yang sempurna
Allah Ta’ala berfirman:
{فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ}
Barangsiapa yang Allah kehendaki untuk Allah berikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (menerima agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman” (QS al-An’aam: 125).
Ayat ini menunjukkan bahwa tanda kebaikan dan petunjuk Allah Ta’ala bagi seorang hamba adalah dengan Allah Ta’ala menjadikan dadanya lapang dan lega menerima Islam, maka hatinya akan diterangi cahaya iman, hidup dengan sinar keyakinan, sehingga jiwanya akan tentram, hatinya akan mencintai amal shaleh dan jiwanya akan senang mengamalkan ketaatan, bahkan merasakan kelezatannya dan tidak merasakannya sebagai beban yang memberatkan17.

9. Bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan Allah Ta’ala dan selalu berusaha mengamalkan sebab-sebab yang mendatangkan dan meneguhkan hidayah Allah Ta’ala

Allah Ta’ala berfirman:
{وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ}
Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS al-’Ankabuut: 69).
Imam Ibnu Qayyimil Jauziyah berkata: “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan perjuangan dan kesungguhan (manusia), maka orang yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah (dari Allah Ta’ala) adalah orang yang paling besar perjuangan dan kesungguhannya”18.
Demikianlah pemaparan ringkas tentang sebab-sebab datangnya hidayah Allah Ta’ala, dan tentu saja kebalikan dari hal-hal tersebut di atas itulah yang merupakan sebab-sebab hilangnya/tercabutnya hidayah Allah Ta’ala, semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari segala keburukan dan fitnah.

Penutup

Semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi kita semua untuk lebih semangat mengusahakn sebab-sebab datangnya hidayah dari AllahTa’ala.
Akhirnya kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah Ta’ala dengan semua nama-Nya yang maha indah dan sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia Ta’ala senantiasa melimpahkan, menyempurnakan dan menjaga taufik-Nya kepada kita semua sampai kita berjumpa dengan-Nya di surga-Nya kelak, sesungguhnya Dia Ta’ala maha mendengar lagi maha mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Catatan Kaki
1 HSR Muslim (no. 2577).
2 Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 39).
3 HR Abu Dawud (no. 1425), at-Tirmidzi (no. 464) dan an-Nasa-i (3/248), dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.
4 HSR Muslim (no. 2721).
5 HR at-Tirmidzi (no. 3373) dan al-Hakim (1/667), dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.
6 Kitab “Al Fawa-id” (hal. 133- cet. Muassasah ummil Qura, Mesir 1424 H).
7 HR an-Nasa-i (6/147) dan al-Hakim (no. 2000), dishahihkan oleh Imam al-Hakim, disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahihah” (1/449, no. 227).
8 Kitab “Al Fawa-id” (hal. 133- cet. Muassasah ummil Qura, Mesir 1424 H).
9 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 515).
10 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/39).
11 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 454).
12 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (4/209) dan “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 335).
13 HSR Muslim (no. 867).
14 Demikian makna penjelasan yang penulis pernah dengar dari salah seorang syaikh di kota Madinah, Arab Saudi.
15 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (2/208).
16 Tafsir Ibnu Katsir (8/137).
17 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 272).
18 Kitab “al-Fawa-id” (hal. 59).

Note 8 Feb 2014

Assalamualaikum,

Ini kerja sambil ngrangkum -___-" d baca judul doang

Kebaikan itu cahaya, kejahatan itu kegelapan " Kebaikan itu meninggalkan sinar di wajah, cahaya di hati, keluasan rezeki, kekuatan fisik, dan kecintaan dalam hati orang lain. Kejahatan itu mengakibatkan kegelapan di wajah, di kubur dan di hati, kelemahan di badan, kekurangan rizki (yang berkah), dan kebencian di hati orang lain " ( abdullah bin Abbas Ra)


Law of The Harvest Sow a thought Reap an action Sow an action Reap a habit Sow a habit Reap a character Sow a character Reap a Destiny
Hukum Panen Tanamlah pemikiran Kamu akan menuai tindakan Tanamlah tindakan Kamu akan menuai kebiasaan Tanamlah kebiasaan Kamu akan menuai karakter Tanamlah karakter Kamu akan menuai nasibmu Kita

pohon tumbuh dari biji ,sesungguhnya didalam biji sudah ada pohon .Tinggal bagaimana kita menyemainya.

Syarat-syarat Berharap

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
"Termasuk perkara yang seharusnya diketahui, yaitu jika seseorang mengharapkan sesuatu, maka ia harus memenuhi tiga syarat berikut:
1. Rasa cinta terhadap apa yang diharapkan
2. Kekhawatiran tidak mendapat apa yang diharapkan
3. Usaha untuk memperoleh apa yang diharapkan sesuai kemampuan.

Maka dari itu, harapan yang tidak disertai salah satu dari ketiga syarat ini hanyalah akan menjadi angan-angan. Harapan dan angan-angan adalah dua hal yang berbeda. Setiap orang yang berharap adalah orang yang khawatir. Andaikan kekhawatiran tersebut menimpa orang yang sedang berjalan, tentulah ia akan mempercepat jalannya disebabkan takut kehilangan sesuatu." (Ad Daa' wa Ad Dawaa')

Cinta abadi tidak kenal hari, bulan atau tempat. Namun cinta abadi yang dilandasi oleh iman akan abadi hingga hari akhir nanti.
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Orang yang saling mencintai pada hari itu( hari qiyamat) akan saling memusuhi kecuali orang-orang yg cintanya karena alasan takwa” (QS. Az Zukhruf: 67)

Anda tidak percaya, silahkan buktikan dengan anda menuntut untuk segera menikah pada malam itu juga. Anda pasti tahu bahwa tidak ada obat cinta paling manjur selain pernaikahan.
لم ير للمتحابين مثل التزويج
“Tidak ada penawar yg lebih manjur bagi dua insan yg saling mencintai dibanding pernikahan“. (HR. Ibnu Majah, Al Hakim, Al Bazzar, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Ash Shahihah, 2/196-198)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
(احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا؛ وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ؛ فَإِنَّ “لَوْ” تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ) رواه مسلم (2664).
“Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagi anda. Mintalah pertolongan kepada Allah. Jangan lemah. Ketika anda tertimpa sesuatu, janganlah anda berucap: ‘Seandainya aku begini dan begitu pastilah jadinya begini dan begitu.’ Namun ucapkanlah: ‘Ini telah Allah tentukan berdasarkan apa yang Dia kehendaki.’ Karena ungkapan “Seandainya/sekiranya/jika” akan membuka amalan syaithan.”
(Diriwayatkan oleh Muslim 2664)
Jenis keempat: menolak ketentuan syar’i dan takdir Allah. Ini seperti ungkapan orang-orang kafir/musyrik yang Allah abadikan dalam al-Qur-an untuk menjadi pelajaran.
Allah menegaskan:

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ كَفَرُوا وَقَالُوا لِإِخْوَانِهِمْ إِذَا ضَرَبُوا فِي الْأَرْضِ أَوْ كَانُوا غُزًّى لَوْ كَانُوا عِنْدَنَا مَا مَاتُوا وَمَا قُتِلُوا لِيَجْعَلَ اللَّهُ ذَلِكَ حَسْرَةً فِي قُلُوبِهِمْ)؛ أي: لو أنهم بقوا ما قُتِلُوا; فهم يعترضون على قَدَر الله.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: “Kalau saja mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh.” Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka.” (QS Ali Imran 156)
Begitu pula dengan kelakuan orang musyrik. Mereka menjadikan takdir sebagai alasan dan argument terhadap kesyirikan yang mereka lakoni. Mereka menuturkan:

(لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ)، وكقولهم: (لَوْ شَاءَ الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ)
“Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun.” (QS al-An’am: 148)
Dan juga ungkapan mereka:

(لَوْ شَاءَ الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ)
“Sekiranya Allah Ar-Rahman berkehendak, niscaya kami tak akan menyembah mereka (para malaikat).” (QS Az-Zukhruf: 20)
Demikian pula dengan orang yang mengatakan: “Sekiranya Allah menghendaki aku mendapat hidayah niscaya aku tak terjerumus dalam maksiat ini”.
atau Happiness is a mood, not a destination.There’s no better feeling than making somebody smile.Happiness is only real, when shared.


 “Kunci pokok segala kebaikan adalah dengan kita mengetahui (meyakini) bahwa apa yang Allah kehendaki (pasti) akan terjadi dan apa yang Dia tidak kehendaki maka tidak akan terjadi. 
Karena pada saat itulah kita yakin bahwa semua kebaikan (amal shaleh yang kita lakukan) adalah termasuk nikmat Allah (karena Dia-lah yang memberi kemudahan kepada kita untuk bisa melakukannya), sehingga kita akan selalu mensyukuri nikmat tersebut dan bersungguh-sungguh merendahkan diri serta memohon kepada Allah agar Dia tidak memutuskan nikmat tersebut dari diri kita. S
ebagaimana (kita yakin) bahwa semua keburukan (amal jelek yang kita lakukan) adalah karena hukuman dan berpalingnya Allah dari kita, sehingga kita akan memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar menghindarkan diri kita dari semua perbuatan buruk tersebut, dan agar Dia tidak menyandarkan (urusan) kita dalam melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan kepada diri kita sendiri.
Telah bersepakat Al ‘Aarifun (orang-orang yang memiliki pengetahuan yang dalam tentang Allah dan sifat-sifat-Nya) bahwa asal semua kebaikan adalah taufik dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, sebagaimana asal semua keburukan adalah khidzlaan (berpalingnya) Allah Ta’ala dari hamba-Nya. Mereka juga bersepakat bahwa (makna) taufik itu adalah dengan Allah tidak menyandarkan (urusan kebaikan/keburukan) kita kepada diri kita sendiri, dan (sebaliknya arti) al khidzlaan (berpalingnya Allah Ta’ala dari hamba) adalah dengan Allah membiarkan diri kita (bersandar) kepada diri kita sendiri (tidak bersandar kepada Allah Ta’ala)”6.




 
.